Followers

Powered by Blogger.

Monday, June 01, 2009

PERJALANAN SEORANG MUSAFIR


Lebih 1400 tahun yang lalu Rasulullah SAW panutan kita yang mulia pernah mengigatkan kita dalam sabdanya :
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing, atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat.” (HR Bukhari)
Pesannya cukup singkat tapi sarat dengan makna. Mengapa kita diminta membandingkan hidup ini dengan seorang musafir yang sedang bepergian? Marilah kita sejenak membayangkan diri kita menjadi seorang musafir. Apa kira-kira yang akan kita rasakan ketika kita sedang melakukan perjalanan menuju satu tujuan. Tentulah kita tidak merasa senang dengan keadaan safar kita, karena kita memahami bahwa kita pergi hanya sementara, apa yang menyertai kita dalam perjalanan semuanya akan kita tinggalkan, misalnya teman seperjalanan, tempat-tempat yang kita singgahi, harta yang kita bawa semuanya akan habis dan meninggalkan kita satu persatu. Selain itu mengapa kita tidak suka dengan perjalanan kita, karena kita merindukan berkumpul kembali dengan keluarga di tempat asal kita. Jakarta adalah kota perantauan, banyak diantara warga yang tinggal di Jakarta adalah orang perantauan yang hanya sekedar mencari rizki di ibu kota. Mereka rela tinggal dikamar kost yang kecil, padat dan kumuh asal dapat mengirim uang ke sanak family di kampung halaman. Banyak di antara warga Jakarta yang tidak memiliki rumah tetap di Jakarta asal dapat membangun rumah yang megah di daerah asal. Seperti itulah laiknya seorang muslim memandang kehidupan. Tak lebih dari sekedar menjalani kehidupan bak seorang musafir yang meyakini kelak harus pulang ke kampung halamannya. Mengapa demikian sebab asal dari semua manusia adalah dari surga. Ya kampung halaman kita adalah di surga, sebagaimana asal dari nenek moyang kita Nabi Adam As dan Ibunda Hawa yang tinggal disurga sebelum dibujuk dan dirayu oleh Iblis laknatullah alaih hingga akhirnya diturunkan oleh Allah ke dunia.
Kita hidup di dunia benar-benar sebagai seorang musafir yang kelak akan pulang ke tempat asal kita di surga. Akan tetapi Iblis dan syetan anakbuahnya tidak rela membiarkan kita kembali pulang ke rumah kita. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyesatkan kita hingga kita tersesat dan tidak tahu jalan pulang ke rumah. Itulah sumpah Iblis sebagaiman di jelaskan oleh Allah:
“Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka." (QS. Al Hijr: 39-40)

Oleh karena itu banyak manusia yang tertipu oleh Iblis dan syetan. Mereka lupa bahwa mereka ada di dunia hanyalah sementara. Mereka benar-benar lupa. Mengapa dikatakan lupa? Orang lupa bukanlah orang yang tidak mengerti. Mayoritas mereka ketika ditanya tentang akhirat mereka pasti tahu. Tetapi karena tipu daya iblis dan syetan akhirnya mereka terlena dengan asyiknya hidup di dunia. Dunia seakan segala-galanya. Mereka rela berperang, saling bermusuhan, saling intrik dan adu siasat hanya gara-gara urusan dunia. Inilah tipuan iblis dan syetan yang benar-benar nyata.
Agar kita tidak tertipu oleh manis urusan dunia ada baiknya kita renungkan nasihat bijak dari khalifah ke dua Amirul Mukminin Umar ibnu Khatthab:
”Letakkan kehidupan dunia itu dalam gengaman tangan anda, jangan letakkan dunia didalam hati anda.”
Bagaimana bila kita meletakkan “sesuatu” itu ditangan kita? Bisakah “sesuatu” itu kita lemparkan menjauh dari kita? Bisakah “sesuatu” itu kita masukan ke dalam saku kita? Tentu jawabannya adalah bisa. Mengapa? Karena sesuatu itu ada di tangan kita pastilah ada di dalam kendali kita mau kita apakan saja bisa. Kita tinggalkan bisa, kita lempar bisa, kita berikan ke seseorang juga bisa. Sebab semuanya masih ada dalam kendali kita. Hal ini akan lain bila “sesuatu” itu ada dalam “hati” kita. Sebab sesautu yang sudah melekat di dalam hati akan sulit kita lepaskan. Dan bila kita lepaskan, maka biasanya akan terasa sakit. Oleh karena itu nasihat sang khalifah ini benar-benar bijak. Letakkan dunia ini hanya sebatas di dalam genggaman tangan saja. Jangan sampai masuk ke hati. Iblis dan setan berusaha merayu kita untuk meletakkan dunia itu tidak hanya di dalam genggaman tangan tetapi sampai masuk ke hati.
Khalifah Umar inbu Khatthab benar. Mengapa dunia cukup hanya kita letakkan di dalam genggaman dan tidak dalam hati. Sebab nilai dunia bila dibandingkan dengan nikmat akhirat adalah tiada bandingnya. Perhatikanlah sabda Rasulullah SAW tentang nilai dunia:
“Tidaklah dunia bila dibandingkan dengan akhirat kecuali hanya semisal salah seorang dari kalian memasukkan sebuah jarinya ke dalam lautan,maka hendaklah ia melihat apa yang dibawa oleh jari tersebut ketika diangkat? (HR Muslim)
Pertanyaannya seberapakah banyak air yang mampu kita angkat dengan jari kita? Setetes, dua tetes, atau baling banyak tiga tetes. Itulah nikmat dunia bila dibandingkan dengan nikmat akhirat. Lantas seberapakah nikmat akhirat itu? Nikmat akhirat itu adalah air sebanyak lautan itu sendiri. Luar biasa, itulah kata yang pantas kita ucapkan. Sebab bila kita mau bersabar sedikit dikehidupan dunia ini tentulah kita akan termasuk orang-orang yang beruntung. Bagaimana tidak beruntung? perniagaan mana yang bisa mendatangkan keuntungan seperti ini? Hanya modal setetes, dua tetes mendapatka seluruh air dilautan. Sungguh perniagaan yang menguntungkan. Alangkah ringannya hanya dengan meletakkan dunia di dalam genggaman, kita akan mendapatkan keuntungan perniagaan yang sangat besar.
Bila paragraf di atas bercerita tentang perbedaan “kualitas nikmat” dunia dan akhirat. Maka marilah kita renungkan pula perbandingan dari segi “waktu” antara kehidupan dunia dan akhirat. Lamakah perantauan ini? Marilah kita berhitung. Manusia zaman ini hidup dengan umur rata-rata 70 tahun, Rasulullah Muhammad SAW berumur hingga 63 tahun. Apakah ini termasuk masa yang lama? Dalam Al Quran Allah bertanya:
"Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada (malaikat) yang menghitung. Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui (QS Al Mu’minuun : 112-114)
Dari ayat di atas ada sesuatu yang menarik yang perlu kita cermati. Allah bertanya kepada manusia berapa tahun? Tetapi jawaban manusia ternyata sehari atau setengah hari. Apakah ada yang salah dalam teks Al Quran yang mulia tersaebut? Ternyata tidak . Allah bertanya berapa tahun dan manusia menjawab sehari atau setengah hari ini menunjukan adanya perbedaan perhitungan waktu antara dunia dan akhirat. Hitungan tahunan dalam sekala kehidupan dunia setara dengan hitungan hari di akhirat. Dari sini kita tahu bahwa ternyata waktu kita hidup di dunia bila dibandingkan dengan bentangan waktu di akhirat sungguh tidaklah setara. Bila kita simak ayat-ayat berikut tentu kita akan lebih mengetahui betapa waktu dunia tidaklah berarti bila dibadingkan perhitungan-perhitungan waktu di akhirat:
“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari (QS An Naazi’aat : 46)
“Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka,(mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia)hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk (TQS Yunus [10] : 45)
Allah berkuasa atas waktu, di akhirat waktu benar-benar tidak setara dengan perbandingan waktu di dunia. Hal ini memberi pelajaran bagi kita bahwa perantauan kita ini benar-benar singkat. Sehingga Rasulullah tidaklah salah bila menambahi di akhir hadit dengan kata-kata “atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat.”
Baiklah kita lebih mengerucut lagi, bila waktu diakhirat sangat tak terbatas, marilah kita hitung perbandingan rata-rata umur manusia di dunia dengan perbandingan lama penantian kita di padang masyhar saja. Rasulullah SAW bersabda:
“Bagaimana keadaan kalian jika Allah mengumpulkan kalian di suatu tempat , seperti berkumpulnya anak-anak panah di dalam wadahnya selama 50.000 tahun dan Dia tidak menaruh kepedulian terhadap kalian?” (HR Hakim dan Thabrani)
maka perantauan kita di dunia bila dibandingkan dengan lamanya kita menunggu di padang masyar untuk dikhisab hanyalah terasa selama : 2 menit 1 detik. Sungguh benar apa yang disampaikan Rasulullah hidup senilai 2 menit 1 detik bila dibandingkan dengan waktu di padang masyar, bak air setetes dibandingkan air seluruh lautan.
Maka untuk wahai saudaraku sungguh jangan sampai kita terlena dengan kehidupan dunia. Karena hidup bagai perantauan seorang musafir yang hanya berlalu sekejab saja dan kita akan pulang ke kampung halama kita selama-lamanya. Letakkan dunia hanya di dalam genggaman saja sebab bila dalam hati kita akan sulit melepaskannya dan kitapun akan kehilangan kesempatan pulang ke rumah kita di surga selama-lamanya. Janganlah kita termasuk orang-orang yang merugi sebab kita tidak tahu kapan ajal kita tiba.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati .”(QS al Anbiya [21] : 35)
Dan bila ajal itu telah tiba, maka tak dapat seorangpun mengundurnya:
“Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).” (QS Yunus : 49)
Yaa Allah saksikan bahwa aku telah menyapaikan
Wallahu A’lam bish Showab [win]
Read More

Thursday, December 14, 2006

SURAT TERBUKA UNTUK PARA ULAMA DAN TOKOH ISLAM

Assalamu’alaikum wr wb
Menyaksikan gonjang-ganjing pemberitaan media massa sepekan terakhir ini tentang kasus Poligami Ustadz Abdullah Gymanstyar (Aa’ Gym), saya pribadi merasakan sangat prihatin. Betapa tidak prihatin. Melihat begitu sangat tidak fair dan tidak berimbangnya media massa dalam meliput pemberitaan kasus tersebut, karena pada saat yang bersamaan terjadi pula kasus beredarnya video mesum salah satu anggota DPR. Bayangkan kasus pernikahan poligami Aa’ Gym mendapatkan porsi sorotan yang sangat tajam dan tendensius, bila dibandingkan kasus beredarnya video mesum salah satu anggota DPR yang mulia tersebut. Seolah Poligami yang termasuk tindakan legal dan sah menurut syariat Islam dan hukum positif, lebih hina dibandingkan dengan kasus tindakan amoral salah satu anggota DPR. Sebab untuk kasus yang terakhir seakan dinilai merupakan suatu yang wajar terjadi saat ini, sedangkan kasus poligami seakan hal tabu yang baru terjadi kemarin sore.
Menanggapi hal tersebut di atas, pada kolom surat pembaca ini, saya ingin memberikan saran kepada segenap tokoh-tokoh Islam di tanah air, agar dapat kiranya para tokoh dan ulama tersebut angkat bicara untuk menjelaskan kepada umat duduk persoalan kasus poligaminya Aa’ Gym, agar umat memahaminya secara proposional. Karena sebenarnya kasus Poligami Aa’ Gym tidak hanya sekedar kasus beliau ansich. Tetapi dibalik pemberitaan miring tersebut sebenarnya terkandung maksud-maksud jahat dari pihak-pihak yang anti penerapan Syariat Islam. Mereka yang selama ini kalah telak dalam perebutan opini ditengah-tengah masyarakat, telah menemukan titik balik penyerangan yang mematikan terhadap syariat Islam. Dengan mengekspose kasus poligami Aa’ Gym secara miring dan besar-besaran, mereka dengan mudah membalikkan opini tentang indahnya syariat Islam (termasuk poligami) yang kita bangun selama ini. Kalau ini terjadi, maka sia-sialah upaya beberapa ormas dan orpol Islam yang berjuang bahu membahu mengkampanyekan penerapan Islam yang telah dirakit semenjak isue SISDIKNAS, RUU APP, Penghentian Play Boy dan Tolak Bush selama ini. Opini yang sudah bagus tentang syariat Islam ini rusak dalam tempo yang singkat bagaikan ”Panas setahun dihapus oleh hujan sehari.”
Untuk itu janganlah kita biarkan Aa’ Gym menanggung sendirian, beliau berdakwah dengan ,memberikan contoh indahnya menerapkan Syariat Islam. Apa yang beliau lakukan adalah Sunnah Rasul. Bila sekarang Sunnah Rasul (baca:Syariat Islam ) tersebut ”dilecehkan”, maka tanggungjawab pembelaannya tidak hanya dibebankan pada beliau sendiri, akan tetapi sudah berada disetiap pundak kaum muslimin, terutama ulama’ dan para tokoh Islam. Merekalah yang paling dahulu ditanya oleh Allah di akhirat mengapa ketika Syariat Islam dan Saudaranya yang berkeinginan memberi contoh indahnya menerapkan syariat Islam di serang dan dilecehkan, mereka (para tokoh dan ulama) diam saja. Saya usulkan pada surat terbuka saya ini, agar para tokoh memberikan Tabayun pada umat melalui acara ”Konferensi press Bersama”. Mereka mewakili organisasi dan jam’iyahnya masing-masing untuk menyampaikan tabayun (penjelasan) kepada umat bahwa :
1. Poligami adalah Syariat Islam yang pasti akan mendatangkan Rahmatan lil Alamin ketika diterapkan sesuai dengan kaidah syara’
2. Memberikan semangat kepada Aa’ Gym agar beliau tetap istiqomah didalam memegang Sunnah Rasul walaupun harus menerima ujian diserang oleh mass media yang dipenuhi oleh kepentingan asing
3. Memberi contoh kepada umat tentang arti Persaudaraan Islam yang sesungguhnya, bahwa, bila satu saudaranya disakiti, maka wajib bagi saudaranya yang lain untuk membelanya
Sedangkan untuk Tabloid Suara Islam saya usulkan untuk dapat kiranya menjadi mediator memprakarsai acara tersebut. Hal ini karena sesuai dengan motonya ”Memperjuangkan Aspirasi dan Hak-hak Umat”
Demikian usulan dan himbauan saya kepada para Tokoh dan Ulama Umat Islam agar bersegera membela Saudara dan Agamanya yang sedang dilecehkan oleh musuh-musuh Islam. Semoga seruan ini didengar oleh pihak-pihak yang saya seru, sehingga kelak Allah tidak menanyai persoalan ini kepada saya, karena saya sudah sampaikan.
Yaa Allah saksikan bahwa aku telah sampaikan.


Jakarta, 12 Desember 2006
Wassalamu’alaikum wr wb
Hamzah Abu Hamaas Al Mustdjabi Al Gresiki
(Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia Jakarta)
Read More

Saturday, December 09, 2006



Foto saya dikantor sedang mempersiapkan mashiro ("aksi damai") menolak Bush
Read More

Saturday, November 25, 2006

Hizbut Tahrir Tantangan Bagi NU, Benarkah?

Tanggapan terhadap wawancara Koran Harian Bangsa
tentang Hizbut Tahrir)

Oleh : Muhammad Ismail Yusanto
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia

Wawancara Koran Harian Bangsa dengan KH Imam Ghazali Said, MA, tentang Hizbut Tahrir penting untuk kami tanggapi. Mengingat banyak informasi yang kurang akurat bahkan keliru yang bisa membuat pembaca keliru dalam memahami Hizbut Tahrir. Tulisan tersebut sayangnya tidak memberikan sumber yang jelas atau narasumber yang tepat. Padahal ini sangat penting untuk menguji validitas informasi yang disampaikan. Tentu saja kalau mengenai Hizbut Tahrir informasinya akan valid kalau merujuk buku-buku resmi (mutabannat) HT yang disebarkan secara terbuka di masyarakat atau merujuk kepada narasumber resmi Hizbut Tahrir dalam hal ini Juru Bicara HTI yang dengan terbuka dan mudah dihubungi. Namun sayang, tulisan tersebut tidak mencantumkan sumbernya. Wajar kalau kemudian terdapat banyak informasi yang kurang tepat bahkan keliru.
Memang benar aktivis Hizbut Tahrir Indonesia kerap mengunjungi Kyai-kyai NU termasuk dalam Munas NU baru-baru ini. Hal ini tak lain adalah bagian dari program Hizbut Tahrir Indonesia untuk menjalin silaturrahmi dengan seluruh komponen umat Islam, berdialog, dan menjalin ukhuwah Islamiyah. Karena bagi Hizbut Tahrir, perjuangan penegakan syariah Islam di Indonesia , tanpa didukung oleh umat dengan segenap komponennya adalah mustahil direalisasikan. Karena itu perjuangan penegakan syariah Islam harus berjalan sinergis dengan masyarakat dan komponen umat.
Dukungan yang paling penting adalah dari para alim ulama di tengah masyarakat yang memang sama-sama memiliki visi yang sama untuk memperjuangkan syariah Islam. Dari persfektif inilah kami melihat NU adalah kompenen umat yang penting dan strategis untuk secara sinergis memperjuangkan syariah Islam. Tentu saja, kunjungan dan kontak-kontak selama ini bukan dimaksudkan sebagai upaya memaksa kaum Nahdhiyin menjadi bergabung kepada Hizbut Tahrir. Tapi dalam rangka ukhuwah Islamiyah dan menjalin gerak sinergis memperjuangkan syariah Islam.
hizbut-tahrir.or.id (Bahasa Indonesia) atau (www. hizb-ut-tahrir.org dalam berbagai bahasa termasuk bahasa arab). Hizbut Tahrir juga tiap minggu mengeluarkan buletin al Islam yang menjadi suara resmi HTI lebih kurang 700.000 eksemplar di seluruh Indonesia, ditambah pula dengan penyebaran ribuan nasyrah (selebaran)
dan booklet. Ditambah lagi media massa di Indonesia sudah sering kali mengekspose tuntutan Hizbut Tahrir yang menjadi agenda dakwahnya. Jadi tidak ada taqiyah sama sekali.
“,1] ); //–> Hal ini dilakukan oleh aktivis HTI tidak hanya kepada NU tetapi kepada seluruh komponen umat Islam lainnya. Delegasi HT juga menjalin kontak kepada ormas Islam besar lainnya, seperti Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, dan Syarikat Islam. Termasuk juga kepada parpol yang ada. HTI juga bersama-sama dengan lebih dari 30 ormas Islam di Indonesia berjuang bersama merumuskan perjuangan Islam di Indonesia dalam Kongres Umat Islam ke-IV. Beberapa aktivis Hizbut Tahrir juga aktif di Majelis Ulama Indonesia untuk turut bersama ulama membangun umat dan bangsa ini.
Tidak Ada Agenda Tersembunyi Salah satu yang penting diluruskan dari hasil wawancara di harian ini adalah pernyataan yang menyatakan bahwa Hizbut Tahrir tidak ada dialog dan menyembunyikan agendanya. Jelas ini adalah pernyataan yang sangat keliru dan bisa menyesatkan. Hizbut Tahrir Indonesia tidak pernah menyembunyikan agenda perjuangannya. Tujuan, dasar, dan metode Hizbut Tahrir dengan gampang dapat dilihat di buku-buku resmi Hizbut Tahrir, seperti kitab Tarif (Mengenal HT) dan Manhaj Hizbut Tahrir fit Taghyiir (Strategi Dakwah Hizbut Tahrir). Dengan gampang pula pemikiran HT diakses di situs resmi Hizbut Tahrir, seperti www. hizbut-tahrir.or.id (Bahasa Indonesia) atau (www. hizb-ut-tahrir.org dalam berbagai bahasa termasuk bahasa arab). Hizbut Tahrir juga tiap minggu mengeluarkan buletin al Islam yang menjadi suara resmi HTI lebih kurang 700.000 eksemplar di seluruh Indonesia, ditambah pula dengan penyebaran ribuan nasyrah (selebaran)
dan booklet. Ditambah lagi media massa di Indonesia sudah sering kali mengekspose tuntutan Hizbut Tahrir yang menjadi agenda dakwahnya. Jadi tidak ada taqiyah sama sekali.
Dialog juga dilakukan oleh Hizbut Tahrir. Bahkan dialog telah menjadi agenda pokok aktivitas dakwahnya. Dibanyak tempat di Indonesia HTI mengadakan seminar, temu tokoh, dan Dauroh yang intinya adalah mendialogkan ide-ide HT secara terbuka. Disisi lain, aktivis HTI juga banyak menerima undangan dari kelompok-kelompok yang bersebrangan dengan HTI seperti kelompok liberal untuk berdiskusi dalam berbagai seminar yang mereka adakan. Hampir dipastikan HT tidak pernah absen untuk menerima undangan ini. Banyak pula para peneliti, intelektual, maupun cendikiawan lokal maupun dari mancanegara yang berdiskusi dengan HTI. Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, secara khusus pernah diundang oleh universitas terkemuka di AS, Australia, dan Jepang untuk mendiskusikan perihal perjuangan syariah Islam di Indonesia. Para Anggota Hizbut Tahrir telah berdebat dengan pemikir terbaik di dunia, seperti Noam Chomsky, Daniel Bennet, dan Flemming Larsen dari IMF. Jadi pintu
dialog bukan hanya boleh bahkan wajib dibuka bagi Hizbut Tahrir.
Agenda Hizbut Tahrir sudah sangat jelas, sebagaimana yang tercantum dalam kitab Tarif (Mengenal Hizbut Tahrir), tujuannya adalah melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan hukum syara secara menyeluruh dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Adapun Daulah Khilafah Islam bukanlah tujuan, tetapi merupakan metode (thoriqoh) untuk menerapkan syariah Islam. Jadi perjuangan penegakan syariah Islam adalah agenda utama Hizbut Tahrir. HT meskipun tetap menganggap persoalan ibadah ritual penting, tapi bukan menjadi agenda utama umat. Karena itu HT tidak menjadikan persoalan bid’ah-bid’ah dalam ibadah ritual sebagai persoalan utama yang didiskusikan di tengah-tengah umat. Sebagaimana yang diklaim dalam wawancara tersebut.
Dalam Perihal perbedaan pendapat, termasuk dalam perkara Ibadah ritual, HT mengambil prinsip Imam Syafii, Royi showwab yahtamilu al-khatha’, wa ra’yu ghairi khatha’ yahtamilu as-shawab. Jadi tidak benar fitnah yang sering dihembuskan oleh kelompok-kelompok liberal bahwa Hizbut Tahrir mengkafirkan kelompok Islam lain yang berbeda pendapat dengan pendapatnya.
Agenda Bersama Umat Agenda ini bukanlah perkara asing di tengah-tengah umat Islam apalagi para alim ulamanya. Penegakan syariah Islam sudah menjadi perhatian dari sebagian besar ormas Islam. Meskipun tentu saja terdapat perbedaan dari segi metodenya. Hal ini ditegaskan dalam Konggres Umat Islam ke-IV yang diikuti lebih dari 30 ormas Islam di seluruh Indonesia dimana dalam salah satu keputusannya adalah menjadikan syariah Islam menjadi solusi bagi persoalan bangsa ini. Tentu saja, syariah Islam bukan hal yang asing di kalangan kaum Nahdhiyin, terutama alim ulamanya.
Adapun perihal Khilafah Islam, juga bukan perkara yang asing dalam Islam. Beberapa kitab mu’tabar (yang diakui) oleh banyak alim ulama dan menjadi bahan rujukan dan kajian di Pesantren telah membahas kewajiban Khilafah Islam ini. Buku hadits utama seperti Shahih Bukhari, misalnya, memberi porsi khusus tentang hadits-hadits keKhilafahan dan kepemimpinan dalam bab tersendiri yang diberi judul Kitab al-Ahkam, sedangkan Shahih Muslim memberinya ruang khusus dalam bab Kitab al-Imarah.
Konsep tentang keKhilafahan sangatlah masyhur dan pernah diterapkan di muka bumi lebih dari 1200 tahun, sejak masa Rasulullah saw hingga periode akhir keKhilafahan Islam Utsmani (yang diruntuhkan tahun 1924 M). Ibnu Hazm dalam bukunya al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa (j.4/87) menyatakan: “Seluruh kalangan Ahli Sunnah, Murji’ah, Syi’ah dan Khawarij telah sepakat (ijma) mengenai kewajiban adanya Imamah (Khilafah). Mereka juga sepakat bahwa umat Islam wajib menaati seorang Imam yang adil, yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah mereka, dan memimpin mereka dengan hukum-hukum syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw”.
Untuk mengingatkan kita, kaum Muslim, betapa sistem keKhilafahan Islam begitu penting untuk direalisasikan, ada baiknya kita menyimak pernyataan Imam al-Qurthubi –seorang pakar tafsir-, dalam buku tafsirnya al-Jami li Ahkam al-Qur’an (j.1/264): “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat Khalifah) di kalangan umat Islam dan para imam mazhab, kecuali pendapat al-a’sham (yang tuli) terhadap syariat”. Dalam kitab-kitab yang lazim digunakan di pesantren, seperti al-Ahkam as-Sulthaniyyah, baik karya al-Mawardi maupun al-Farra’, jelas dinyatakan bahwa keberadaan khilafah merupakan perkara yang ma’lum min ad-din bi ad-dharurah. Bahkan, Imam al-Ghazali dalam kitab al-Iqtishad fi al-I’tiqad menyatakan, adanya shulthan (khalifah) itu merupakan penjaga, yang tanpanya agama Islam ini akan sirna.
Sejarah perjuangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari agenda Khilafah Islam. Setelah institusi Khilafah Islam Ustmaniyah dibubarkan pada 3 Maret 1924, ulama dan tokoh pergerakan Islam Indonesia meresponnya dengan pembentukan Komite Khilafah yang didirikan di Surabaya pada 4 Oktober 1924, dengan ketua Wondosudirdjo (Sarikat Islam) dan wakilnya KH A. Wahab Hasbullah (lihat Bendera Islam, 16 Oktober 1924). Kongres ini memutuskan untuk mengirim delegasi ke Kongres Khilafah ke Kairo yang terdiri dari Surjopranoto (Sarikat Islam), Haji Fachruddin (Muhammadiyah), dan KH. A. Wahab dari kalangan tradisi. (Hindia Baroe, 9 Januari 1925).
KH. A Wahab kemudian juga membentuk Komite Merembuk Hijaz yang menjadikan persoalan Hijaz sebagai persoalan utama. Komite inilah yang menjadi cikal bakal Nahdhatul Ulama (Deliar Noer, dalam Gerakan Modern Islam Indonesia 1900-1942). Jadi sejak awal persoalan Khilafah telah menjadi perhatian baik berbagai kalangan ormas Islam di Indonesia baik Muhammadiyah, Sarikat Islam, maupun NU. Lepas dari berbagai perbedaan yang melingkupinya.
Yang menarik, seorang Kyai, pengurus cabang NU memberi kitab al-Hushun al-Hamidiyyah (Benteng Sultan ‘Abdul Hamid II), khalifah ‘Utsmaniyyah kepada salah satu pimpinan HTI, Ust Hafidz Abdurrahaman (yang juga jebolan Pesantren). Kitab tersebut berisi akidah Ahlusunnah dan pembelaannya terhadap eksistensi Khilafah Utsmaniyyah, termasuk Sultan ‘Abdul Hamid II, sebagai institusi dan penguasa yang wajib dipertahankan. Artinya baik NU maupun Hizbut Tahrir sesungguhnya memiliki perhatian yang sama untuk memperjuangkan syariah Islam dalam merespon kondisi global yang ada, yakni kemunduran umat Islam di dunia. KH Makruf Amin dalam suatu dialog dengan aktivis HT mengatakan NU itu organisasi global yang bisa dilihat dari lambang NU: bola dunia.
Upaya Memecah Belah ? Memang sering kalau kita mendengar istilah partai/kelompok terlarang, konotasinya selalu negatif. Padahal tidaklah selalu begitu. Bukankah Rosulullah SAW saat di Makkah dalam perjuangannya menegakkan Islam juga mengalami larangan yang sama ? Bahkan Rosululloh diboikot oleh rezim jahiliyah saat itu. Rosullullah saw dan sahabat dilarang dan dihambat aktivitasnya dalam menyebarkan Islam. Untuk itu perlu dikritisi siapa yang melarang HT dan apa alasannya.
Yang melarang HT adalah rezim-rezim di Timur Tengah dan Asia Tengah yang dikenal diktator. Seperti rezim Mubarak (Mesir) , Saddam Husain (saat masih berkuasa di Irak), Hafedz Assad (Suriah) , Raja Abdullah (Yordan), dan penguasa Saudi yang dikenal merupakan pemimpin represif. Termasuk yang bersikap kejam terhadap HT adalah Karimov , penguasa tangan besi Uzbekistan. Organisasi HAM internasional secara terbuka telah mempublikasikan kekejaman Karimov ini. Tidak sedikit aktivis Hizbut Tahrir dijebloskan ke penjara, disiksa, dan direbus hidup-hidup hanya karena satu alasan : menyebarkan leaflet (selebaran) yang menyerukan syariah dan Khilafah. Persoalannya, karena HT secara konsisten mengkritik kebijakan penguasa tiran itu yang menyengsarakan rakyat dan menyerukan syariah Islam dan Khilafah sebagai solusinya.
Para penguasa tersebut melarang karena agenda Hizbut Tahrir mengancam kekuasaan diktator mereka yang represif dan menindas rakyat. Larangan ini juga merupakan agenda negara-negara imperialis yang menekan penguasa-penguasa Timur Tengah yang sebagian besar adalah kaki tangan mereka. Negara-negara Imperialis ini sangat mengerti tegaknya Khilafah dan syariah akan menghentikan penjajahan negara imperialis ini.
Disamping itu negara Imperialis inipun berupaya melakukan politik adu domba antara sesama umat Islam seperti isu Sunni-Syiah di Irak, Pakistan, dan Lebanon. Dalam konteks Indonesia, upaya pecah belah itupun sangat terasa. Ada upaya membenturkan NU, yang dikenal tradionalis, dengan kelompok seperti HT, yang sering disebut Barat sebagai fundamentalis.

Read More

Thursday, August 31, 2006

MENUNGGU TEGAKNYA KHILAFAH DI PALESTINA

Berita dari teman di posting ke saya tanggal 27 Agustus

Khilafah di Gaza Strip

Suara penegakkan Khilafah Islamiyyah kini menggema di Palestina. Ketika orang-orang sudah bosan hidup dalam penjajahan Yahudi, kaum Muslim Palestina menyadari akan berdirinya Khilafah Islamiyyah yang akan memuliakan kembali baitul maqdis seperti apa yang telah Allah wahyukan, bahwa daerah tersebut adalah daerah yang diberkahi. Hari Isra' Mi'raj yang lalu telah mengingatkan kita semua, 27 Rajab, 85 tahun yang lalu Khilafah Islamiyyah telah dihancurkan oleh seorang agen barat, Mustafa Kemal. Kini ribuan kaum muslim Palestina menyerukan pentingnya penegakkan Khilafah Islam di Palestina dan juga dunia. Mulai dari anak-anak, remaja, pemuda hingga orang tua, baik laki-laki maupun perempuan merindukan Khilafah berdiri kembali. Bahkan sebuah harian pres mengatakan Khilafah bisa jadi akan ditegakkan di Gaza Strip. Berikut foto-foto masirah seruan penegakkan Khilafah di Palestine dan juga dunia:

Hizbut Tahrir Menyerukan Tegaknya Khilafah di Palestina
Gerakan Hizbut Tahrir, menggiatkan aktifitasnya lebih intensif dalam beberapa waktu terakhir, di Palestina. Kegiatan Hizbut Tahrir terlihat mencolok belakangan ini ketimbang waktu-waktu lalu. Mereka membentangkan berbagai spanduk dan menggunakan sarana informasi untuk mensosialisasikan ide mengembalikan khilafah Islamiyah.
Eyad Bargoutsi, pakar gerakan Islam di Palestina menyebutkan bahwa Hizbut Tahrir saat ini muncul mencuat dan menawarkan pemikirannya sebagai alternatif Islam di pentas politik Palestina. Meski saat ini Palestina tengah menghadapi krisis politik internal dan tekanan negara Barat atas pemerintahan yang dipimpin Hamas.
Dalam beberapa hari lalu, secara mengejutkan Hizbut Tahrir membentangkan berbagai spanduk di jalan-jalan Palestina di Jalur Ghaza, dengan tema khilafah Islamiyah. Misalnya saja tulisan, “Khilafah, jalan keluarnya”, “Satu Umat, Satu Negara”, “Kembalikan, Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah” dan sebagainya. Spanduk spanduk itu juga bermunculan di Nablus, Al-Khalil, dan Tepi Barat. Mereka juga menggelar sebuah seminar besar di Ramallah.
Para peserta seminar dengan semangat mengangkat pernyataan dan spanduk mereka di beberapa jalan Palestina dengan kalimat, “Hilangnya Khilafah Sebabkan Hilangnya Palestina”, “Dengan Khilafah Kita Memerangi bukan Diperangi”. Mereka menuntut pengembalian Khilafah Islamiyah sebagai syarat kebangkitan jati diri kaum Muslimin.
DR. Nabil Halbi, salah satu jajaran pemimpin Hizbut Tahrir mengatakan, “Organisasi kami melakukan kampanye intensif dalam beberapa waktu terakhir karena tekanan negara Barat yang semakin kuat terhadap pemerintahan negara kaum Muslimin. Hizbut Tahrir ingin agar umat ini bersatu dan membela agama mereka, di bawah pemerintahan yang satu, yang otomatis bisa mengembalikan kemuliaannya.”
Lebih jauh Halbi yang juga seorang dosen ilmu Kimia di Universitas Islam di Ghaza mengatakan, “Kenyataan sekarang memang membutuhkan kebangkitan kaum muslimin di level pemikiran. Dari sinilah Hizbut Tahrir memiliki pandangan bahwa aksi di jalanan untuk menarik simpatik dan dukungan masyarakat terhadap masalah yang ada, akan sangat memberi pengaruh.” Ia juga menyampaikan bahwa Hizbut Tahrir adalah partai politik yang berbasis Islam dan berupaya mendirikan negara Islam.
Terkait sarana yang digunakan Hizbut Tahrir untuk mencapai sasaran gerakannya, Halbi mengatakan, “Sarana yang digunakan adalah upaya bersama masyarakat untuk masuk dalam pertarungan politik bersama pemerintah, pertarungan pemikiran dengan berbagai pemikiran yang ada. Kemudian mencari dukungan dari para pemilik kekuatan para pemimpin militer di negara-negara kaum Muslimin.”
Ia mengatakan bahwa umat Islam saat ini sebenarnya memiliki kekuatan, tapi para pemimpinnya kehilangan kepercayaan sehingga menjadi target musuh. Perang Israel terakhir atas Libanon adalah bukti tentang hal tersebut.
“Tanda-tanda kemenangan itu sudah ada. Karena umat Islam ini memiliki para tokoh dan sumber kebaikan. Umat ini bersatu dalam pemikiran Islam dan maju dengan pemikiran Islam. Belum pernah terjadi kemajuan seperti ini sebelumnya, sehingga semua partai sekuler dan nasionalis kehilangan eksistensinya,” ujar Halbi.
Tentang kedudukan Hizbut tahrir di Palestina, ia menyatakan, Hizbut Tahrir tak memiliki struktur kepemimpinan di dalam Palestina karena Hizbut Tahrir tidak terbentuk sebagai sebuah partai lokal, tapi sebagai organisasi internasional. Ia kemudian mengkritik keberadaan pemerintah Palestina pimpinan Hamas. Menurutnya, “Pemerintahan sekarang merupakan pemerintahan ilegal karena dibangun di atas kesepakatan Oslo yang diprakarsai oleh pemerintah otonomi Palestina. Karena itu, pemerintahan seperti ini sama sekali tidak menerapkan Islam.” Ia bahkan menegaskan, “Kami tahu bahwa para anggota pemerintahan ini adalah kaum Muslimin dan terkenal dengan ketulusannya. Tapi apa yang diterapkan oleh pemerintah, sama sekali tidak Islami.” (na-str/iol)
Read More

Friday, August 18, 2006

بسم الله الرحمن الرحيم

DARAH LIBANON DIBAYAR DENGAN RESOLUSI MEMATIKAN DI PASAR KONFLIK AS-PRANCIS DENGAN DUKUNGAN DAN KOLUSI PARA PENGUASA DI NEGERI-NEGERI MUSLIM!

Sumber: Diterjemahkan dari Nasroh (Leaflet/ Selebaran) Resmi Hizbut Tahrir Internasional

Hari ini Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No. 1701 yang berkaitan dengan serangan biadab Negara Yahudi ke Libanon, yang telah menimpa manusia, batu dan pepohonan. Resolusi tersebut menggunakan ungkapan, “Penghentian Aksi-aksi Perlawanan Militer,” padahal seharusnya adalah, “Penghentian Perang”. Resolusi ini kemudian diikuti dengan penarikan tentara Isreal di Altazamun, bersamaan dengan pengerahan pasukan internasional bersama-sama dengan tentara Libanon dengan kekuatan 15,000 personil. Resolusi tersebut juga berisi tentang penarikan tentara Hizbullah ke sebelah utara Alitoni serta pelaksanaan Resolusi No. 1559 yang memutuskan pelucutan persenjataan Hizbullah. Resolusi tersebut juga tidak lupa menetapkan—tanpa syarat apapun—pembebasan dua tahanan Israel yang ditawan oleh Hizbullah dalam peperangan, sementara pada saat yang sama, masalah tawanan Libanon dibiarkan tetap menggantung.
Sebelum memberikan gambaran tentang bahaya dan kejinya Resolusi tersebut, kami akan kembali melihat latar belakang masalah ini:
Sejumlah persoalan yang tidak diinginkan oleh Amerika telah terjadi di Irak dan Afganistan. Sebab, Amerika terlanjur ‘tenggelam dalam rawa’, yang membuktikan kepadanya bahwa untuk melepaskan diri dari sana diperlukan kerja keras dan waktu yang sangat lama. Irak, khususnya, telah menjadi pusat pertempuran yang mematikan dan terus bergolak untuk melawan Amerika. Dalam hal ini, Amerika tidak akan bisa menyelamatkan diri dari pertempuran itu, kecuali dengan cara menundukkan negeri-negeri yang berdekatan dengan Irak. Negara yang paling menonjol adalah Iran dan Suriah. Amerika memiliki cengkeraman yang cukup diperhitungkan di kedua negara tersebut. Namun, dalam hal ini, memasuki kedua negara itu tidak mungkin dilakukan, kecuali setelah ada penyelesaian yang menyeluruh terhadap persoalan kawasan yang masih tersisa, yaitu mengakhiri Krisis Timur Tengah. Amerika melihat bahwa penyelesaian menyeluruh ini, menurut perkiraannya, akan bisa mewujudkan beberapa kepentingan bagi Amerika, yakni:
1- Mengalihkan perhatian dunia—meski hanya sementara—dari kejahatan dan aib Amerika di Irak dan Afganistan serta kegagalannya dalam mewujudkan berbagai tujuan agresinya, sekaligus menciptakan jalan masuk secara terbuka bagi pemberian konsesi Irak atau sebagian besar Irak kepada Iran—sebagaimana yang pernah terjadi pada tahun 1975 di Libanon ketika Amerika melaksakan pemberian konsensi Libanon kepada Suriah di bawah kontrol Amerika. Dengan begitu, Krisis Nuklir Iran akan berakhir, karena Amerikalah yang selalu menggagalkan penyelesaiannya dan terus-menerus menyibukkan Eropa dengan krisis tersebut.
2- Memudahkan penyelesaian masalah Dataran Tinggi Golan bagi Suriah-Palestina sekaligus memudahkan adanya pengakuan Suriah secara terbuka terhadap negara Yahudi, yang akan diikuti oleh pengakuan sejumlah organisasi Palestina. Setelah itu, akan dibuat batas permanen dalam sengketa tersebut. Dengan begitu, cengkeraman Amerika di kawasan tersebut benar-benar akan terjamin.
3- Konsekuensinya, wajah Amerika di kawasan tersebut akan berubah menjadi baik. Yang lebih penting dari itu, dukungan publik kepada Bush dan Partai Republik di Amerika akan meningkat sehingga memudahkannya untuk memenangkan Pemilu mendatang.
Selain ketiga perkara tersebut, realisasi atas beberapa tujuan Amerika untuk rekonsiliasi total juga mengalami ganjalan:
1- Sikap Eropa di hadapan Amerika. Sebab, Eropa (Prancis dan Inggris) telah melihat penculikan Hariri sebagai kesempatan emas untuk menentang cengkeraman Amerika di Libanon, setelah Eropa disingkirkan dari sebagian Libanon lebih dari 30 tahun dan dari seluruh Libanon selama kurang-lebih 15 tahun sejak Perjajian Taif. Memang, tidak mudah bagi Eropa untuk bersepakat atas kembalinya kendali urusan di kawasan tersebut ke tangan Amerika.
2- Masalah Hizbullah. Sebenarnya sejak awal 80-an Hizbullah memang telah didukung oleh Iran dan Suriah, baik secara militer maupun pelatihan.. Keduanya telah mendukung Hizbullah hingga terjadinya perjanjian rekonsiliasi. Pada masa-masa perjanjian rekonsiliasi ini, Iran maupun Suriah bisa menghentikan Hizbullah dengan baik atau—jika perlu—dengan menghinakannya seraya membiarkan Hizbullah berperang melawan Yahudi sendirian. Namun, Hizbullah tidak menyadari hal itu dengan baik.
Yang terpenting, kekuatan Hizbullah telah mengalami peningkatan. Hizbullah berhasil menghimpun para pemuda yang ikhlas untuk berperang melawan Yahudi. Akibatnya, Suriah kesulitan untuk memerintahkan Hizbullah agar kembali menjadi partai politik murni dan menghentikan serangannya terhadap Yahudi. Sudah sangat lumrah, jika proses rekonsiliasi tersebut telah tiba waktunya, maka pilar-pilar penyangga rekonsiliasi itu tidak akan bisa menerima peranan Hizbullah dipertahankan lagi. Karena itu, masalah Hizbullah justru menjadi bagian dari rintangan dalam proses rekonsiliasi tersebut.
3- Masalah negara Yahudi. Amerika sudah tahu, bahwa Yahudi tidak mau menerima proses rekonsiliasi yang bisa menjamin bagi mereka sebuah negara yang kuat dengan batas-batas tertentu, sementara mereka tetap harus membiarkan negara-negara lain mengelilingi mereka dan urusannya. Tentu, mereka tidak akan mau menerima keberadaan negara apapun—sekalipun lemah—di Palestina. Karena itu, Yahudi terus bergerak, sementara Taurat mereka yang palsu tersimpan dalam hati dan akal-akal mereka. Tujuan jangka panjang mereka adalah seluruh kawasan tersebut, dari Sungai Nil hingga Eufrat, saat kesempatan itu datang kepada mereka.
Selama mereka tidak merasakan adanya ancaman yang akan menimpa mereka dan bahaya yang akan menghampiri mereka, maka mereka tidak akan pernah mau masuk dalam proses rekonsiliasi yang bisa menjaga air muka Suriah, Libanon maupun Palestina. Karena itu, justru negara Yahudi itulah yang telah menjadi penghalang bagi proses rekonsiliasi tersebut.
Amerika sangat tahu, bahwa penghalang ini benar-benar akan bisa dilenyapkan dengan mencegah upaya penghentian peperangan. Dengan begitu, tidak ada ruang bagi Eropa untuk melakukan intervensi. Dengan demikian, permusuhan tersebut akan berlangsung lama, sementara bahaya besar akan mengintai Hizbullah, dan bahaya yang nyata juga akan menimpa Yahudi.
Dalam kondisi seperti ini, Yahudi akan segera berlindung kepada Amerika agar Amerika membuat rancangan yang relevan.
Adapun para pemuda Hizbullah akan terus berperang dengan ikhlas demi menggapai salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau mati syahid. Namun, Amerika—melalui Iran dan Suriah—akan mengontrol rancangan yang relevan tersebut. Caranya, Iran dan Suriah didorong untuk mengendalikan Hizbullah dalam arahan yang dikehendakinya.
Begitulah, pada akhirnya Amerika tetap tidak menyetujui penghentian peperangan dengan seketika, kecuali setelah "terbentuknya kondisi yang kondusif" sebagaimana yang dinyatakan dalam pernyataan Rice, Menlu AS, tanggal 19/7/2006 setelah pertemuannya dengan Menlu Mesir di Washington.
Hanya saja, karena adanya berbagai serangan yang bertubi-tubi dari Hizbullah, pihak Yahudi telah hilang akal. Lebih dari itu, adalah ketidakmampuan mereka memenangkan pertempuran secara militer, padahal Yahudi biasa menjadi pemenang perang dalam peperangan-peperangan sebelumnya. Akhirnya, mereka pun menyerang penduduk sipil, kanan-kiri, tidak lagi memilah-milah antara orang-tua, anak-anak dan wanita, pemukiman, rumah sakit, sekolah bahkan tidak semuanya; bahkan tanpa memilah-milah pepohonan, gunung, jembatan dan jalan-jalan.... Semua itu telah dieksploitasi Eropa untuk membentuk opini umum dalam rangka menghentikan peperangan sebelum Amerika berhasil meraih targetnya. Hal itu karena Eropa telah memegang salah satu kendali krisis tersebut, dan tidak semuanya diserahkan kepada Amerika.
Begitulah, intinya Prancis telah membuat rencana yang menekankan pada penghentian perang, sementara Eropa khususnya Inggris, mendukung Prancis secara efektif dari belakang layar. Hal ini sejalan dengan politik Inggris untuk tidak menentang Amerika secara terbuka. Amerika pun terpaksa membahas dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB, tetapi Amerika menggunakan judul, “Penghentian Aksi-aksi Perlawanan Militer”, padahal seharusnya adalah, “Penghentian Peperangan”. Tujuannya adalah agar peperangan tersebut berlangsung lama sehingga masalahnya tetap kembali pada rancangan semula: rekonsilisasi total. Itu kalau bisa. Karena itu, Amerika berangkat dari problem rekonsiliasi di Libanon menuju rekonsiliasi total di bawah kepemimpinannya dalam rangka membentuk kawasan baru, sejalan dengan apa yang disebut dengan Timur Tengah Baru. Selanjutnya, keluarlah resolusi di atas yang—dengan cara ini—pelaksanaannya memakan waktu lama, dimana setiap alineanya perlu didiskusikan dan dibahas:
Penarikan Yahudi akan berlangsung lama seiring dengan pengerahan pasukan internasional, sedangkan pembentukan dan pengaturan pasukan internasional ini memakan waktu yang tidak sedikit. Sementara itu, penghentian aksi-aksi serangan merupakan inovasi yang memiliki tujuan jangka panjang, yaitu untuk membuka jalan bagi terus berlangsungnya pertempuran dalam setiap kesempatan. Ini lebih dari sekadar teks yang menyatakan penghentian aksi penyerangan. Sudah diketahui umum, bahwa negara Yahudi menafsirkan serangannya kepada anak-anak sebagai bentuk aksi mempertahankan diri! Sementara itu, pembebasan dua tawanan Yahudi yang tidak sebanding dengan pembebasan tawanan-tawanan Libanon merupakan perkara yang memalukan setelah darah-darah mereka ditumpahkan. Demikian pula penarikan pasukan Hizbullah ke utara Alitani sebelum pasukan Israel ditarik, juga merupakan penghinaan. Adapun pelaksanaan Resolusi 1559 adalah untuk menghapus semua perlawanan terhadap agresi Yahudi...Semuanya itu akan mengembalikan perkara tersebut ke titik nadir (nol) atau lebih sedikit di atasnya.
Sesungguhnya penyusunan resolusi tersebut telah mencatat sejumlah poin—jika tidak bisa dikatakan semua poin—demi kepentingan Amerika. Bahkan, sampai Presiden Perancis, Chirac yang telah menyatakan berkali-kali tentang perlunya naskah tersebut menyatakan penghentian perang dalam setiap resolusi—karena kalau tidak demikian berarti merupakan aksi amoral—akhirnya kembali mencabut pernyataannya dan sepakat dengan rancangan resolusi tersebut!
Wahai kaum Muslim:
Sebenarnya resolusi ini merupakan alat pembunuh bagi umat Islam secara menyeluruh, bukan hanya bagi Libanon. Sebab, resolusi tersebut telah disiapkan untuk mengukuhkan rekonsiliasi antara Yahudi dan Libanon. Dari sanalah, Amerika akan melangkah untuk melakukan rekonsiliasi yang lebih menyeluruh di bawah kepemimpinannya di kawasan tersebut. Tujuannya adalah untuk membentuk kawasan ini menjadi apa yang disebutnya dengan ‘Timur Tengah Baru’, sebagaimana yang telah dijelaskan Rice saat berlangsungnya serangan Israel tanggal 22/7/2006, bahwa agresi tersebut adalah dalam rangka melahirkan ‘Timur Tengah Baru’.
Resolusi tersebut telah mewujudkan kemenangan di pihak negara Yahudi yang tidak diperolehnya di medan perang. Kalaulah bukan karena Yahudi merasa yakin dengan tidak adanya intervensi dari negara-negara yang ada di negeri-negeri Islam, baik yang menyatakan dukungannya kepada Hizbullah seperti Suriah dan Iran ataupun negara-negara lain yang memusuhinya secara diam-diam maupun terang-terangan; andai bukan karena semua itu, pasti negara Yahudi itu sendirilah yang akan meminta peperangan tersebut dihentikan sejak hari pertama.
Sesungguhnya berbagai persoalan kaum Muslim tidak akan dapat diselesaikan dengan berbagai resolusi internasional yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB yang dikangkangi Amerika, sang ‘Tuan Besar’ dari negara Yahudi. Persoalan-persoalan semacam ini hanya dapat diselesaikan dengan jihad; dengan membuka berbagai front pertempuran dan mendorong para tentara kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia untuk berjihad fi sabilillah; serta dengan menghimpun orang-orang yang memiliki kemampuan untuk menjadi tentara dalam pasukan kaum Muslim. Semua ini merupakan kewajiban yang telah dibebankan oleh Allah atas kaum Muslim saat musuh merampas sejengkal tanah kaum Muslim. Lalu bagaimana lagi saat musuh telah benar-benar merampas berjengkal-jengkal tanah kaum Muslim, bahkan melakukan agresi terhadap kaum Muslim di rumah mereka sendiri?! Tidaklah suatu kaum diperangi di rumah mereka sendiri, sementara mereka tidak berusaha melawannya dengan kekuatan mereka, kecuali mereka adalah kaum yang hina, dan nyaris mereka ditimpa azab. Allah SWT berfirman:
إِلاَّ تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلاَ تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksaan yang pedih dan kalian diganti dengan kaum yang lain, sementara kalian tidak akan dapat menimpakan kemadaratan kepada-Nya sedikitpun. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS at-Taubah [9]: 39).
Sesungguhnya keengganan/kegagalan negara-negara yang di negeri-negeri Muslim dalam membantu Palestina dan Libanon dalam melawan Yahudi adalah kejahatan yang sangat besar. Sesungguhnya penghinaan Suriah dan Iran terhadap Hizbullah dengan membiarkannya sendirian melawan Yahudi adalah bentuk kolusi untuk memudahkan masuknya berbagai rancangan Amerika ke wilayah ini. Sesungguhnya diamnya negara-negara Arab lain, khususnya Mesir Arab Saudi, dan Yordania serta negara-negara lain yang ada di negeri-negeri Muslim; sikap pengecut dan pengkhianat; serta sikap mengokohkan Amerika dan permusuhan Yahudi baik secara halus maupun terang-terangan adalah tindakan kriminal yang leher pelakunya layak dikalungi dengan kehinaan dan aib di dunia dan akhirat.
Wahai kaum Muslim:
Sesungguhnya persetujuan terhadap resolusi ini dan pelaksanaannya adalah pengkhianatan kepada Allah, Rasul-Nya, serta kaum Mukmin. Sesungguhnya kesempatan ada di hadapan setiap tentara dari pasukan kaum Muslim untuk menyingkirkan para penguasa semacam ini, sekaligus untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan untuk menegakkan Daulah Khilafah yang berdiri di atas manhaj kenabian. Daulah Khilafahlah yang akan menyiksa Yahudi demi anak-anak yang terbunuh; demi mereka yang telah dicederai; demi para wanita yang diintimidasi, dipisahkan dari suaminya (menjadi janda), dan dihinakan; serta demi orang tua yang ternoda dengan darah. Daulah Khilafahlah yang akan menyiksa Yahudi dan siapa saja yang berada di belakang mereka. Saat itulah rumah-rumah Yahudi dapat dihancurkan oleh tangan-tangah kaum Muslim dan Allah SWT akan mengobati luka di dada-dada kaum Mukmin.
وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ المُؤْمِنُونَ @ بِنَصْرِ اللهِ
Pada hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman dengan pertolongan Allah. (QS ar-Rum [30]: 4-5).

18 Rajab 1427 H

Hizbut Tahrir12 Agustus 2006
Read More

Sunday, August 13, 2006

dipublikasikan, 10 Agustus 2006
Sunni, Syiah dan Politik Timur Tengah Kamis

oleh: Laith Saud
(peneliti masalah Irak dan dosen di Amerika)

Pengantar Redaksi HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) Press:
Amerika Serikat dan Negara-negara Barat seringkali menjadikan alasan konflik Sunni dan Syiah di Timur Tengah menjadi alasan untuk tetap berada di Irak. Tulisan ini memberikan gambaran kepada kita bahwa isu konflik Sunni dan Syiah tidak lain untuk kepentingan AS dan Negara-negara Barat. Secara historis, selama ini tidak ada konflik terbuka dan meluas antara Sunni dan Syiah di Irak. Mereka hidup berdampingan. Justru konflik ini sengaja semakin dikobarkan untuk mengalihkan rakyat Irak dari penjajah sebenarnya yakni AS. Sebaliknya AS menjadikan isu ini untuk mempertahankan kedudukannya di Irak. Selamat membaca.

Ada keyakinan yang berkembang diantara para ahli teori politik bahwa demokrasi tidak berperang dengan yang lainnya, paradigma politik ini berlaku sebagai pembenaran bagi seruan pemerintahan Bush untuk "demokratisasi" di Timur Tengah. Sejak invasi Irak tahun 2003, tema "demokratisasi" telah menjadi topic utama pada wacana politik Amerika dan sebenarnya menyertai hamper semua perbincangan tentang dunia Arab-muslim dan apa yang dinamakan sebagai peran Amerika di situ. Respons Pemerintahan Bush pada konflik yang sekarang terjadi di Selatan Libanon, membuktikan kemunafikan dan bahwa ideology sesungguhnya dari pemerintahan ini adalah menciptakan ketegangan sectarian di wilayah ini.
Analis politik Barat terus membicarakan apa yang dituduhkan sebagai kebencian "bersejarah" antara Sunni dan Syiah di wilayah itu. Dexter Filkins, wartawan Irak yang bekerja untuk New York Times mengatakan dalam suatu wawancara radio bahwa kaum Sunni di Irak sekarang "sadar bahwa Shiah adalah musuh mereka sesungguhnya, bukan orang Amerika."
Tapi pada kenyataannya pernyataan ini bertentangan dengan sejarah, kaum Sunni dan Syiah Irak telah hidup rukun selama berabad-abad. Buku-buku sejarah modern tidak pernah menyebutkan terjadinya perang diantara kedua golongan itu, hingga akhirnya terjadi invasi pimpinan Amerika ke Irak.
Martin Peretz menyatakan bahwa konflik sosial yang paling membinasakan adalah sejarah Timur Tengah "bahwa kaum Sunni membenci Syiah dan sebaliknya," pernyataan lain yang tidak berdasar menegaskan bahwa kaum muslimin bisa lebih membahayakan satu sama lain daripada terjadinya pendudukan yang illegal atas tanah mereka. Analis dan wartawan Barat dengan antusias menemukan hal baru pada sejarah sectarian di dunia Islam hingga perlu diberi konteks baru.
Bahayanya terletak pada pernyataan yang tidak berdasar yang dibuat oleh wartawan-wartawan Barat, yang menjadi lebih besar pengaruhnya manakala pembuat kebijakan dan pemilih di Amerika mempercayai mereka hingga perlu diambil tindakan yang seharusnya di wilayah kaum Muslimin dan Arab.
Menarik untuk dicatat bahwa penguasa-penguasa yang tidak popular dan tidak terpilih, raja-raja dan perampas tanah adalah mereka yang terobsesi oleh yang dikatakan sebagai meningkatnya ketegangan sektarian di wilayah itu. Raja Abdullah II dari Yordania, sekutu dekat Amerika telah memperingatkan Barat atas apa yang disebut sebagai "bulan sabit Syiah" yang membentang dari Iran, melintasi Irak, Syria dan berakhir di Selatan Libanon.
Banyak orang di Barat, termasuk wartawan-wartawan pro Zionis uang berpengaruh seperti Thomas Friedman, memuji Mesir, Yordania dan arab Saudi - negara-negara yang Nicholas Blanford digambarkan sebagai "negara-negara Arab dengan pimpinan kaum Suni yang bersahabat dengan Barat."
George Bush senantiasi senang mengundang keluarga Saud ke Gedung Putih untuk berfoto ria dengan sang presiden yang seringkali memakai istilah "dunia bebas".
Desakan pada sekterianisme ini bertumpu pada putaran yang berbahaya. Wartawan-wartawan Barat telah terus menerus mengatakan bahwa kehadiran Amerika di Irak diperlukan untuk mencegah meletusnya perang saudara, suatu ide yang banyak dipercaya orang Amerika.
Percuma mengatakan bahwa kehadiran Amerika tidak berarti apa-apa selain menghidupkan ketegangan penduduk sipil di Negara itu. Raja-raja Arab menakut-nakuti rakyatnya dengan ancaman sektarian palsu, sambil memperkuat cengkramannya pada kekuasaan.
Sementara rejim-rejim seperti keluarga Saudi sekarang telah memesan sejumlah besar senjata dari Barat untuk melindungi mereka dari apa yang dianggap sebagai ancaman sektarian yang berasal dari Iran.
Wartawan dan analis Barat berulang kali menegaskan bahwa bahwa adanya ketegangan sektarian di Timur Tengah sebenarnya membenarkan pendudukan Amerika atas sebagian besar wilayah itu, menghasut agar terjadinya perlombaan senjata dimana Barat adalah dermawan utamanya dan melindungi cengkraman penguasa tiran pada kekuasaan dan kerajaan yang memerintah dengan menciptakan ketakutan.
Fakta bahwa Barat mempersenjatai rejim yang tidak dipilih di Saudi Arabia terhadap rejim yang terpilih di Iran menunjukkan indikator ketegasan hasrat Amerika atas wilayah itu.
Tampaknya fakta akan meningkatnya ketegangan di Irak, Palestina dan Libanon, telah memberikan terlalu banyak tekanan pada apa yang tampak yang dilakukan Amerika seperti kebebasan dan demokrasi dan telah menunjukkan watak asli Amerika di belakang itu semua.
Ada dua komponen utama pada kebijakan Amerika di Timur Tengah: Pertama, pemerintahan Bush amat merendahkan bagi adanya demokrasi yang sesungguhnya di Timur Tengah dan Kedua, pemerintahan ini ingin sekali terjadinya perang saudara di seluruh wilayah itu.
Pengamatan ini mungkin tampak jelas bagi para pembaca Barat- dan ini persepsi yang umum di kalangan pembaca Arab dan muslim-namun bila kita mengamati tingkah laku Amerika, sulit menyimpulkan sebaliknya.
Pertama target utama kritik Amerika dan agresi Israel pada krisis yang sekarang ini - Hamas dan Hizbullah keduanya adalah kelompok-kelompok perlawanan yang amat popular yang terpilih lewat perwakilan terpilih yang demokratis.
Presiden Ahmadinejad dari Iran, yang dipilih sendiri oleh penduduk Iran, adalah target kritik internasional karena pendiriannya yang keras terhadap Israel.
Namun Bush seringkali berkata bahwa dia adalah seorang pemimpin dari Negara dari kelompok "dunia bebas" yang mendukung penguasa-penguasa yang tidak terpilih di Arab Saudi, Yordania dan Mesir. Hubungan yang mesra dari Pemerintahan Bush dengan penguasa-penguasa itu seharusnya bisa menjadi peringatan bagi kaum reformis di Arab dan dunia Islam yang berusaha menemukan persekongkolan dalam harapannya akan perubahan politik.
Lebih lanjut, menganalisa politik Amerika dalam masalah ini harus juga bisa menyibak kejadian politik belakangan yang terjadi di Irak hinnga mampu menjelaskan kejadian2 hingga keadaan negara itu sekarang ini.
Pemimpin-pemimpin Arab itu telah membenarkan persekongkolan mereka dengan Amerika dengan memunculkan sekterianisme, sementara Amerika membenarkan persekongkolan dengan raja-raja dan diktator itu atas nama "perlindungan" terhadap kaum sunni terhadap apa yang dikatakan sebagai ancaman sektarian yang berasal dari Iran dan Hizbullah yang adalah kaum Syiah.
Mari kita buat jelas permasalahannya - ancaman ini tidak bisa diketahui diantara masyarakat Arab, karena hal itu hanyalah ide abstrak yang melayani mereka yang berkuasa.
Ketika seseorang melangkah mundur dan melihat sebuah gambaran yang lebih luas pada konflik masa kini maka menjadi jelas dan ironis bahwa para penguasa dan rejim terpilih di dunia Islam adalah target kebencian Amerika dan Israel.
Di satu sisi ada Iran, Hamas dan Hizbullah, yang semuanya mencapai kekuasaan melalui proses pemilihan walaupun dengan kekurangan dan kelihannya sendiri. Dalam kasus Hamas, dan rejim Ahmadinejad di Iran, kita memiliki pemerintahan terpilih, dalam kasus Hizbullah kita punya organisasi popular yang dipilih sebagai bagian dari pemerintahan.
Disisi lain ada Mesir, Yordania dan Saudi Arabia, dengan raja-rajanya yang tidak perlu dipilih dan penguasa tak terpilih yang berdiri disisi Amerika, Negara yang menganggap dirinya kampiun demokrasi di wilayah itu, yang menyetujui agresi Israel.
Condoleeza Rice, Menlu Amerika, telah menggambarkan konflik masa kini sebagai "lahirnya kepedihan" dari Timur Tengah yang baru, yang tampaknya adalah Timur Tengah yang mewakili penduduknya.
Sebagaimana yang saya sebutkan, jika seorang ingin tahu visi Rice terhadap Timur Tengah, maka anda lihat saja apa yang terjadi di Irak, dimana Amerika mendorong terlaksanannya pemilu sektarian dan rakyat Irak masih terobsesi permasalahan yang terjadi antara Suni dan Syiah hingga mereka lupa bahwa tanah meeka diduduki secara ilegal.
Sementara para analis politik Barat menggambarkan Hizbullah hanya sebagai perpanjangan tangan Iran, dan karena itu disebut "kepentingan Syiah," penduduk Mesir dan Amman, yang kebanyakan adalah "kota-kota Sunni" turun ke jalan sambil membawa gambar-gambar Hasan Nasrullah, pemimpin Syiah Arab, sambil menentang "perselisihan Sunni-Syiah," kata Peretz.
Kebanyakan pengamat Barat telah menolak dukungan yang meluas kaum Sunni bagi Hizbullah di seantero Negara Arab dan dunia Islam. Di Irak, Amerika memakai formula sekterianisme agar bisa menembus lebih dalam pada kancah politik di Irak; sekarang kami tahu bahwa formula ini akan dipakai di seluruh dunia Islam.
Kaum Sunni di Arab dipaksa melupakan agresi terus-menerus Israel atas rakyat Arab agar mencari "perlindungan" pada Amerika yang akan "melindungi" mereka dari kaum Syiah, sementara kaum Syiah di Irak berusaha diyakinkan bahwa mereka membutuhkan Amerika untuk melindungi mereka dari kaum Sunni.
Perdana Menteri Palestina Ismail Haniya barangkali menggambarkan semuanya dalam suatu perspektif yang pas dengan mengkomentari isu atas Timur Tengah "baru". Dia mengamati bahwa yang dimaksud dengan "perubahan" oleh Amerika di Timur Tengah adalah berakhirnya legitimasi kelompok perlawanan terhadap pendudukan yang tidak bermoral dan illegal dan kaum muslimin senantiasa dibawah dominasi Amerika dan Israel.
Pengamatannya tampaknya benar karena New York Times baru-baru ini melaporkan bahwa Amerika akhir-akhir ini sibuk mensuplai senjata ke Israel. Kita harus ingat, bahwa rudal-rudal itu dimaksudkan untuk membom Libanon, sebuah Negara yang pemerintahannya terpilih secara demokratis (dimana ada perwakilan Hizbullah). Jadi teori bahwa demokrasi tidak berperang dengan yang lainnya adalah palsu.
Source: http://hizbut-tahrir.or.id dari hasil terjemahan artikel http://english.aljazeera.net/NR/exeres/212B6227-F9D3-445B-ACC6-61B53B2EE70A.htm (1 Agustus 2006)
Read More